Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan :
MPW,Sulawesi Barat,- Dalam posisiya sebagai anggota MPR-RI, Pdt.
Marthen, anggota DPD-RI asal Sulawesi Barat kembali melaksanakan sosialisasi
Empat Pilar Kebangsaan, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika di Kecamatan
Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah pada tanggal 18 April 2018. Pada kesempatan
ini, Pdt. Marthen kembali mengingatkan warga masyarakat yang hadir untuk terus
mendalami arti dan makna penting dari empat pilar kebangsaan serta yang
terpenting dapat menjiwai seluruh aktivitas keseharian segenap warga negara
Indonesia, terutama yang ada di Kecamatan Karossa, “ Empat pilar kebangsaan
merupakan tiang penyangga tetap berdirinya bangsa Indonesia menjadi satu negara
berdaulat karena itu terus mempelajari, memahami dan melaksanakan empat pilar
kebangsaan dalam seluruh segi kehidupan kita menjadi keharusan sehingga hidup
bersama dalam ‘rumah besar” Indonesia tetap rukun dan cita-cita kebangsaan kita
yakni masyarakat adil dan makmur dapat terwujud” tegas Pdt. Marthen.
Ditengah-tengah kehidupan berbangsa saat
ini, Pdt. Marthen menjelaskan bahwa eksistensi keemapat pilar kebangsaan
semakin tergerus oleh pengaruh dari luar maupun pengaruh dari dalam Bangsa
Indonesia. Pengaruh dari luar antara lain, adalah: pertama, interdependensi
ekonomi global yang semakin tidak terbendung. Kehadiran kekuatan-kekuatan
ekonomi baik negara maupun non negara sangat mempengaruhi kehidupan berbangsa
kita. Dewasa ini kita tidak bisa membendung masuknya modal dan tenaga
kerja asing lewat investasi. Secara
kasat mata dalam hitungan jangkah pendek memang menguntungkan tetapi jangan
kita lupakan bahwa investasi asing itu mengikut nilai-nilai baru yang bisa
menggeser nilai-nilai Pancasila. Sikap dan penghargaan kita pada uang saja bisa
tergeser oleh nilai kapitalisme yang ada di belakang investai tadi belum
sebagian investor mengikutkan sampai tenaga kerja kasar sehingga ini
betul-betul mengganggu tenaga kerja lokal. Kedua, kemajuan teknologi
informasidewasa ini bisa menembus sekar-sekat teritorial semua negara. Banyak
informasi di media sosial tersajikan begitu cepat dan diluar nalar kita sebagai
orang timur sehingga reaksi kita bisa menelan menta-menta informasi tersebut.
Sebuat saja baru-baru ini ada keinginan sekelompok orang yang mau memasukkan
perkawinan sejenis dalam undang-undang untuk dilegalkan oleh negara pada hal
perkawinan sejenis diluar nalar kita sebagai orang timur yang masih teguh memegang
nilai-nilai agama dan Pancasila. Hal berikut yang tak kalah mengancam adalah
kekuatan-kekuatan yang berasal dari dalam bangsa sendiri, antara lain :
Pertama, Pembangunan yang tidak merata. Pemerataan pembangunan untuk semua
wilayah tanah air seharusnya menjadi perhatian pemerintah sejak Indonesia
berdiri tetapi sampai saat ini masih menjadi problematika serius. Ketimpangan
antara wilayah timur dan barat Indonesia masih melebar, bahkan para ilmuwan
memperkirahkan butuh seratus tahun kawasan timur Indonesia untuk bisa sama
dengan saudara-saudaranya di bagian barat. Ketimpangan lain antara daerah
pinggir/ perbatasan Indonesia dengan di daerah-daerah inti; dan ketimpangan
antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan juga masih sangat berbeda jauh.
Kedua, maraknya radikalisme yang bersumber dari alasan suku, agama, ras dan
antar golongan. Terorisme yang makin mencuat merupakan contoh utama disamping
mulai tumbuhnya semangat sektarianisme dalam pemilihan kepala daerah
akhir-akhir ini. Ketiga, NARKOBA yang semakin meraja lelah menyisir kaum mudah
Indonesia. Peredaran NARKOBA semakin tidk terkendali bahkan paling marak
dikendalikan dari dalam LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan). Keempat, Sistem
Pendidikan kita yang tidak mengedepankan kemampuan intelektual dan penguasaan
materi serta ketrampilan melainkan pada nilai akademik dan ijazah. Ini membuat
anak didik kita pintar pada nilai ijazah tetapi nol pada kemampuan dan
penguasaan pengetahuan. Hal ini akan berpengaruh pada daya saing dan
internalisasi nilai-nilai yang ada.
Ancaman diatas mesti dijawab dengan tetap
terus meningkatkan pemahaman kita terhadap nilai-nilai kehidupan terutama
Pancasila sebagai ideology negara. Pemahaman yang benar akan melahirkan
sosialisasi yang benar pula kepada generasi selajutnya dari masing-masing kita
dan ini akan terus memperkuat ke-Indonesia-an kita.
Adapun tanggapan dari peserta sosialisasi
disampaikan oleh dua orang tokoh masyarakat, yakni Pdt. Amstrong dan Bapak
Petrus. Pdt. Amstrong mempertanyakan, pertama: terkait pasal 29 UUD 1945
tentang kebebasan untuk memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing warga
negara dalam kaitannya dengan SKB tiga menteri yakni menteri Agama, menteri
Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM yang mensyaratkan tanda tangan 95 warga
setempat untuk pendirian rumah ibadah sepertinya bertentangan dengan pasal 29
UUD 1945 diatas; kedua, Pulsa listrik yang tidak sesuai dengan jumlah yang
terterah dengan harganya; ketiga, harga kelapa sawit yang tidak menentu sengat
merugikan petani. Sedangkan Bapak Pertrus menyoroti masalah anggaran pendidikan
yang 20% di UUD 1945 tetapi tidak bisa direalisasikan di APBN dan APBD serta
anggaran kesehatan yang 5 % juga tidak bisa direalisasikan di APBN dan APBD.
Dalam tanggapannya Pdt. Marthen mengungkapkan bahwa apa yang menjadi kegelisahan
warga tentang pendirian rumah ibadah dirasakan dimana-mana terutama bagi yang
minoritas dalam jumlah, mereka sangat sulit mendidikan rumah ibadah karena
persyaratan jumlah tanda tangan tersebut terkadang sulit. Ini berarti negara
telah menggeser persoalan keagamaan dari hak individu menjadi tanggungjawab
komunitas; Terkait pulsa listrik, memang banyak komponen yang dibayar lewat
pulsa, termasuk didalamnya untuk fasilitas umum, misalnya lampu jalan;
sedangkan untuk harga kelapa sawit, Pdt. Marthen menjelaskan bahwa harga tersebut mengikuti
pasaran dunia dan memang bisa berfluktuasi. Tentang Anggaran pendidikan dan
kesehatan dibutuhkan political will dari pemerintah baik pusat dan daerah untuk
menjamin dua kebutuhan dasar ini dirasakan oleh rakyat lewat penganggaran yang
betul-betul sesuai UUD 1945.“Karena itu, konsistensi dan keberpihakan
pemerintah terhadap rakyat dan terhadap hidup bersama di negeri ini harus
menjadi kata kunci dari pihak penguasa untuk memastikan kita semua merasakan
hal yang sama dari ibu pertiwi dan mengabdikan diri secara bersama-sama pula
terhadap ibu pertiwi” pangkas Pdt. Marthen.(SOLEMAN R)