Reporter : irfan
red, Banten (Policewatch.news),- Kali ini Team Media Policewatch di pimpin langsung oleh Pimred nya melakukan wisata Religi Berziarah ke salah satu Tokoh Ulama yang sangat Kharismatik di wilayah Caringin ,Labuhan Banten yang di kenal dengan sebutan SYEKH ASNAWI.27/02
Sebuah Makam yang terletak persis di dekat
pantai Kampung Caringin, Desa Caringin, Kecamatan Labuan, Kabupaten Lebak itu pada desember lalu sempat terkena dampak Tsunami , Namun Alhamdulilah, kondisi bangunan makam tetap utuh, hanya
air saja yang masuk ke dalam area makam, serta sampah yang berserakan di depan
are kompleks pemakaman,”
Nama lengkapnya adalah KH Tubagus Muhammad Asnawi. Ia
adalah seorang ulama karismatik dan pendekar yang lahir di kampung Caringin
Banten pada tahun 1850 M. Ia dikenal sebagai ulama yang gigih menentang
penjajahan Belanda. Ia mengorganisir para jawara Banten untuk menentang
penjajahan.
Asnawi lahir dari pasangan Abdurrahman dan Ratu Sabi’ah.
Dari pihak ayah nasabnya bersambung ke Sultan Banten, sedangkan dari pihak ke
Sultan Agung Mataram. Sejak usia 9 tahun, Asnawi sudah dikirim ayahnya untuk
menuntut ilmu di tanah suci Mekkah.
Di sana ia berguru kepada Syekh Nawawi Al-Bantani bersama
santri-santri asal Indonesia semisal Kiai Cholil Bangkalan, Hadratusysyekh
Hasyim Asy’ari, dan lain-lain. Selain belajar ilmu-ilmu agama, ia juga
belajar tarekat kepada Syekh Abdul Karim Tanara, ulama Banten yang bermukim di
Makkah.
Setelah mengaji bertahun-tahun di tanah suci, Asnawi
pulang ke kampung halamannya pada tahun 1870. Untuk mengamalkan dan menyebarkan
ilmunya, ia mendirikan pesantren di kampung tersebut. Pesantren tersebut
dikenal dengan ilmu fiqih, tasawuf, dan ilmu beladiri.
Ketika gunung krakatau meletus, ia beserta keluarganya
selamat dengan mengungsi ke kampung Muruy, Menes. Sayang seluruh pesantrennya
di kampung Caringin hancur lebur. Ketika kembali lagi ke kampung halaman
dari pengungsian, ia membangun ulang pesantrennya. Serta mendirikan masjid yang
diberi nama masjid Agung Assalafi, atau menurut sumber lain Salafiah.
Arsitektur Masjid Salfiah merupakan campuran dari unsur
lokal dan luar. Unsur lokal terlihat dari atapnya. Sementara unsur luar
terlihat dari bentuk jendela dan pintu dengan ukuran relatif besar. Juga
pilar-pilar yang mengelilingi masjid. Konon kayu untuk masjid tersebut
dibawa oleh Asnawi dari Kalimantan. Sebelumnya, kayu tersebut tidak bisa
ditebang. Kalaupun bisa ditebang, pohon tersebut muncul kembali. Setelah
berdoa, pohon itu bisa dtebang dan dibawanya ke Caringin. Masjid tersebut masih
berdiri sampai sekarang.
Pada tahun 1925, ia mengerahkan santri-santrinya untuk
turut membangun jalan antara Labuan dan Carita. Karena memimpin pemberontakan
pada tahun 1926, ia dan keluarganya dipenjara pemerintah kolonial Belanda.
Mula-mula dipenjara di Tanahabang Jakarta, kemudian Cianjur. Selama di
pengasingan, ia tetap berdakwah dan mengajarkan tarekat ke masyarakat
Cianjur. Sementara anaknya, KH Mohammad Hadi dan menantunya, KH Akhmad
Khatib yang juga ikut memberontak dibuang ke Digul hulu, Papua sekarang.
Kecintaannya akan perjuangannya terhadap ilmu agama
melalui pesantren, penjara tidak membuatnnya jera. Dari dalam penjara, Asnawi
meminta dua orang cucunya yang kakak beradik, yaitu KH Tubagus Muhammad Muslih
dan KH Tubagus Ahmad Maemun untuk membangun dan meneruskan kembali pesantren
Caringin. Pada tahun 1930 berdirilah madrasah Masyarkul Anwar yang terletak
di di depan Masjid Salafiah.
Pada tahun 1931, KH Tubagus Muhammad Asnawi bebas dari
penjara. Kemudian pada tahun 1937, ia wafat. Jenazahnya dikebumikan di Masjid
Salafiah.
Hingga
kini, Makamnya tidak pernah sepi banyak masyarakat baik dari Banten maupun dari luar Banten yang rajin
berziarah ke makamnya.