Reporter : Fauzyah SH
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto pada
persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden 2019
Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Jakarta, (POLICEWATCH.NEWS) - Tim kuasa hukum pasangan
nomor urut 02 Prabowo Subianto -Sandiaga Uno terkait gugatan pilpres ke
Mahkamah Konstitusi (MK) mengklaim telah menemukan fakta adanya penggerusan dan
penggelembungan suara dalam proses Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW)
menjelaskan, berdasarkan hitungan tim informasi teknologi (IT) internal, ada
penggerusan suara 02 lebih dari 2,5 juta suara dan penggelembungan suara 01 di
atas 20 juta suara. "Perolehan sebenarnya untuk suara pasangan 01 sekitar
62.886.362 (48 persen) dan pasangan 02 sekitar 71.247.792 (52 persen),"
kata BW dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Bambang Widjojanto menduga kecurangan tersebut dilakukan
menggunakan teknologi informasi menyusul ditemukannya indikasi proses
rekayasa (engineering) sekaligus adjustment atas perolehan
suara yang sejak awal sudah di desain dengan komposisi atau target tertentu
dengan menggunakan sistem IT tertentu.
Atas fakta tersebut, kuasa hukum menuntut pemeriksaan form
C1 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang harus dilakukan selangkah lebih maju dengan
melibatkan IT dalam proses menguji, konfirmasi dan klarifikasi suara dalam form
C1 pada Sistem Informasi Penghitungan Suara KPU. Semua dilakukan untuk
mengetahui digital fraud yang terdapat di dalam sistem infomasi
tersebut.
"KPU diwajibkan memiliki informasi yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemilu secara keseluruhan sesuai Pasal 14 jo Pasal 218
UU No. 7 Tahun 2017. Sehingga seyogianya pemeriksaan atas keabsahan hasil pemilu
juga perlu menggunakan atau membandingankannya dengan IT," ujar Bambang
Widjojanto.
Bambang Widjojanto mengingatkan adanya sanksi pidana jika
ada pihak yang sengaja merusak, dan mengganggu sistem informasi penghitungan
suara sesuai Pasal 536 UU Nomor 7 Tahun
2017.
Terlebih KPU sendiri mengatur secara khusus soal sistem
informasi penghitungan suara melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
Nomor 3 Tahun 2019 dan PKPU Nomor 4 Tahun 2019.
Selain itu, Bawaslu dalam salah satu putusannya menyatakan
bahwa keberadaan sistem informasi penghitungan suara memiliki urgensi bagi
wewenang keterbukaan akses informasi publik dan dijalankan sebagai bentuk
akuntabilitas terhadap publik
Berdasarkan hasil analisis IT dan IT forensik, kubu 02
menemukan kecurangan berupa penggelembungan suara di 25 provinsi dan menyebar
di beberapa provinsi di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau
Sulawesi dan Bali, Nusa Tenggara Timur.
Kecurangan juga terjadi di lebih dari
400 kabupaten/kota. "Jika dilihat dari besar jumlah suara, penggelembungan
suara terbesar terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan dan Lampung," ungkap Bambang Widjojanto.