Reporter : Taufik
Mereka berpendapat bahwa penutupan lokalisasi justru akan menimbulkan masalah baru.
Di antara yang menolak itu, salah satunya adalah Eni (30),
seorang PSK asal Wonogiri.
Ia menegaskan bahwa penutupan itu akan melahirkan masalah
baru lantaran para PSK tak punya pekerjaan lainnya untuk memenuhi biaya
kebutuhan hidup.Selasa (18/6)
Sementara di lokalisasi ini, Eni mendapatkan penghasilan yang lumayan besar. Jika ramai, sebulan ia bisa mengantongi uang hingga Rp 7 juta.
Diakui Eni, ia sebenarnya ingin meninggalkan pekerjaan
tersebut, namun himpitan ekonomi yang membuatnya terjun ke dunia prostitusi.
Untuk mencari pekerjaan lain pun dia merasa kesulitan lantaran hanya berpendidikan sekolah dasar saja.
"Saya dulu di Gbl (Gambilangu) empat bulan terus ketahuan keluarga akhirnya pulang kerja disana. Tapi, anak saya semakin besar dan butuh biaya banyak, penghasilan saya tidak cukup, akhirnya saya kesini," paparnya.
Bekerja sebagai seorang WPS, dalam semalam dia biasanya melayani lima hingga enam tamu. Jika sedang ramai, dia bisa melayani hingga delapan hingga lima belas tamu.
Adapun dalam sebulan, Eni bisa mengantongi sekitar Rp 7 juta.
Uang yang dihasilkan tersebut untuk menghidupi dua anaknya
yang masih berada di bangku sekolah.
"Kalau langsung semuanya tutup tidak bisa, kasihan lah. Kalau hanya diberi pesangon Rp 5 juta buat apa? Saya siap berhenti kalau Pemkot memberi kios untuk usaha saya," tandasnya mengomentari rencana penutupan lokalisasi oleh Pemkot Semarang.
PSK jadi tak terkontrol
Senada, Ayu (42) seorang PSK asal Temanggung juga
menyatakan penolakannya terhadap rencana penutupan lokalisasi Sunan Kuning.
Menurut dia, PSK tidak
hanya yang berada di Sunan Kuning saja namun banyak orang bahkan pelajar di
luar tempat lokalisasi ini marak menjajakan diri secara online.
Dia merasa berat hati jika Sunan Kuning harus ditutup.
Padahal, kesehatan para PSK di Sunan Kuning
menurutnya lebih terjamin dibanding para PSK yang menjajakan di
jalanan maupun secara online.
"Apa alasannya SK mau ditutup? Kenapa SK terus yang diusik sedangkan diluar sana banyak pelacur-pelacur. Disini sudah terjamin, kesehatan aman, ada screening dan VCT. Apa diluar sana kegiatan itu? Tidak," serunya saat menghadiri rapat di Balai RW 4, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat.
PSK yang telah bekerja 10 tahun di Lokalisasi Sunan Kuning mengatakan, penutupan lokalisasi ini hanya akan berdampak negatif bagi Kota Semarang.
Disamping banyak orang yang berkeliaran menjajakan secara
online, kesehatan di Kota Semarang juga
tidak terjamin
Menurutnya, sebagian besar yang bekerja di tempat tersebut
adalah orang dari kalangan bawah yang harus menghidupi keluarganya.
Meski sudah diberi berbagai pelatihan, dia merasa belum mampu meninggalkan pekerjaan tersebut lantaran banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.
Dana jaminan hidup yang rencananya akan diberikan kepada
para PSK sebesar Rp 5
juta dari Kementrian Sosial (Kemensos), menurut Ayu, belum dapat mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Memang ada tabungan, tapi kami kan ingin beli rumah,
membiayai anak-anak. Kalau ditutup tidak semudah dan segampang itu dengan
diberi uang," paparnya.
Pemilik Wisma Keberatan
Penutupan Lokalisasi Sunan Kuning ternyata
tidak hanya disayangkan oleh para PSK.
Pemilik wisma juga merasa keberatan dengan hal tersebut.
Pemilik Wisma Maharani, Rohmat mengaku, sangat berat jika
lokalisasi ini ditutup.
Dia berharap, Pemkot juga memikirkan nasib para pemilik wisma.
Jika memang terpaksa harus ditutup dan dialihkan fungsi
sebagai pusat kuliner dan karaoke, dia meminta Pemkot membuatkan peraturan
daerah (Perda) atau surat keputusan yang terkait usaha karaoke di kawasan
tersebut.
"Harus ada peraturan yang jelas agar kami tidak
dikambinghitamkan.
Nanti sudah buat usaha karaoke terus dibubarkan lagi karena tidak ada peraturan, itu merugikan kami.
Kalau memang kami harus membayar pajak untuk karaoke
nantinya juga tidak masalah, yang penting peraturannya jelas," paparnya.
Dengan adanya peraturan yang jelas, dia berharap, perputaran
ekonomi kawasan tersebut tidak mati jika bisnis prostitusi ditutup.
Rencana penutupan lokalisasi Sunan Kuning
Pemerintah Kota Semarang berencana untuk
menutup lokalisasi Sunan Kuning mulai Agustus 2019 mendatang.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, Pemkot Semarang melakukan
pertemuan dengan para PSK yang berada Resosialisasi Argorejo atau Lokalisasi Sunan Kuning untuk
mendiskusikan terkait penutupan, Selasa (18/6/2019) di Balai RW 4 Kelurahan
Kalibanteng Kulon, Semarang Barat.
Kepala Satpol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto
mengatakan, Pemkot Semarang akan berupaya
bertindak bijak dalam menutup lokalisasi tersebut.
"Disini mayoritas rumah-rumah penduduk, beda dengan
lokalisasi Kalijodo. Disana tanah penerintah, sehingga dibongkar selesai.
Disini, kami cari solusi," ungkap Fajar, Selasa (18/6/2019).
Dikatakan fajar, Pemkot tidak akan melepas tangan begitu
saja. Pemkot akan mengalihkan kawasan tersebut menjadi kampung tematik dan
pusat kuliner yang bisa menjadikan roda ekonomi dikawasan tersebut tetap
berjalan.