Reporter : Bambang.MD BREAKING NEWS
![]() |
dok: MPW |
LAHAT - POLICEWATCH.NEWS - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya, ST. SH turut menilai, Lahat belum bisa dikatakan sebagai Kota Layak Anak.
Program nyata kota layak anak
(KLA) yang harus menjadi bahan evaluasi. Sebab banyak indikator yang harus
diperbaiki oleh Pemerintah Kabupaten Lahat, "Perlindungan anak dari
kekerasan, eksploitasi, pelecehan, dan gangguan adalah tanggung jawab kita semua.
Pemerintah daerah harus melakukan berbagai upaya agar hak tersebut dapat
terwujud secara paripurna, baik dengan melahirkan kebijakan berupa Perda
Perlindungan maupun upaya pelibatan seluruh pemangku kepentingan untuk berperan
aktif," tegas Sanderson.
Menurut Sanderson, saat ini Kota
Layak Anak hanya pandangan dari pemerintah daerah. Sementara menurut masyarakat
dan anak, Lahat baru akan menuju sebagai Kota Layak Anak.
“Kita nilai selama ini Lahat itu
baru tataran di tengah-tengah menuju Kota Layak Anak dan belum Kota Layak Anak,
dalam mengembangkan KLA, di kabupaten Lahat terdapat 24 indikator pemenuhan hak
dan perlindungan anak yang secara garis besar tercermin dalam lima cluster hak
anak. Adapun kelima cluster itu hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga
dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan,
pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, dan perlindungan khusus bagi 15
kategori anak, tegasnya.
Sanderson menjelaskan, belum
pantasnya Kota Lahat berpredikat sebagai kota layak anak karena penuntasan
persoalan anak di Lahat masih diatasi secara parsial oleh satu organisasi,
sehingga sering permasalahan itu tidak benar-benar tuntas. Dan kota Lahat masih
banyak ditemukan iklan rokok ditempat umum seperti di simpang empat pasar lematang
dan dizinkannya event-even rokok yang menggunakan fasilitas negara di halaman
GOR dan lapangan Ex MTQ, bertentangan Pasal 31 ayat a, PP109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan, yang termasuk kawasan tanpa rokok seperti yang disampaikan
Kementrian Kesehatan dalam Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok adalah
tempat fasilitas layanan kesehatan, fasilitas belajar mengajar, tempat
ibadah, tempat bermain anak, angkutan umum, dan tempat kerja. Jadi kota Lahat
bisa terganjal prasyarat iklan rokok.
Sanderson berharap, pemerintah
daerah hingga tingkat bawah benar-benar memberikan perhatian pada persoalan
anak. Terlebih Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Lingkungan Hidup serta
Dinas Penanaman Modal dan PTSP Lahat harus selektif mengeluarkan izin acara
yang berbau rokok.
"Salah satu syarat untuk
meraih predikat KLA, adalah harus bebas asap rokok di kantor pelayanan publik,
maupun iklan rokok. Persoalannya menjadi kompleks tatkala iklan rokok juga
dinilai sebagai sumber pendapatan yang cukup besar," tandasnya.
Sanderson menjelaskan, selain
iklan rokok, penanganan anak jalanan juga masih menjadi penilaian lain dalam
mencapai KLA. Keberadaan anak jalanan masuk dalam salah satu indikator
penilaian KLA. Padahal untuk meraih predikat KLA, Kota Lahat harus bebas dari
anak jalanan.
Sanderson juga meminta Pemkab
Lahat mengakhiri segala perjanjian dengan industri rokok. Menurutnya, kebijakan
ini menunjukkan inkonsistensi Pemkab Lahat untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok
(KTR), jelasnya.
"Sebelumnya dibuat Perda
Kawasan Tanpa Rokok tapi sekarang mengalami kemunduran. Ini menandakan perilaku
kebijakan yang inkonsisten pada Pemkab Lahat. Di satu sisi membentuk area atau
wahana KTR, tapi di sisi lain mempromosikan/mengiklankan produk rokok di area
KTR, lebih miris di kawasan itu merupakan arena bermain selalu ramai dikunjungi
anak-anak," imbuhnya.
YLKI menilai Pemkab Lahat dinilai
jelas telah melanggar UU Kesehatan, PP No. 109/2012, dan sejumlah Perda/Pergub
tentang KTR dengan mengizinkan even di area KTR termasuk fasilitas negara,
lanjut Sanderson.