Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi |
Jakarta , POLICEWATCH, - Mantan
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dan menantunya Rezky Herbiyono
(RH) saat ini menjalani pemeriksaan intensif di gedung Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pasca ditangkap di Jakarta Selatan, Senin (1/6) malam.
"Keduanya sudah berada di gedung KPK dan saat ini penyidik sedang
melakukan pemeriksaan secara intensif. Perkembangannya akan kami sampaikan
lebih lanjut," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di
Jakarta, Selasa.seperti di lansir antaranews.com
Ali menjelaskan tim KPK menangkap dua tersangka tersebut pukul 21.30 WIB di
salah satu rumah di Jakarta Selatan.
"Tim penyidik KPK melakukan penangkapan terhadap dua orang tersangka NHD
dan RH yang merupakan DPO (Daftar Pencarian Orang) KPK dalam perkara dugaan
suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016,"
kata Ali.
Nurhadi dan Rezky bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra
Soenjoto (HS) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi
terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016 pada 16 Desember 2019.
Ketiganya telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11
Februari 2020.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi
senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra
ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Penerimaan tersebut terkait pertama, perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan
Berikat Nusantara (KBN) (Persero) pada 2010.
Pada awal 2015, tersangka Rezky menerima 9 lembar cek atas nama PT MIT dari
tersangka Hiendra untuk mengurus perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan
Kasasi No: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero) dan dalam proses
hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh PN
Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan 8
lembar cek dari PT MIT dan 3 lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang
dengan nilai Rp14 miliar.
Namun, kemudian PT MIT kalah dan karena pengurusan perkara tersebut gagal maka
tersangka Hiendra meminta kembali 9 lembar cek yang pernah diberikan tersebut.
Perkara kedua adalah pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT.
Pada 2015 Hiendra digugat atas kepemilikan saham PT MIT. Perkara perdata ini
dimenangkan oleh Hiendra mulai dari tingkat pertama dan banding di Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta pada Januari 2016.
Pada periode Juli 2015-Januari 2016 atau ketika perkara gugatan perdata antara
Hiendra dan Azhar Umar sedang disidangkan di PN Jakarta Pusat dan Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta, diduga terdapat pemberian uang dari tersangka Hiendra
kepada Nurhadi melalui tersangka Rezky sejumlah total Rp33,1 miliar.
Transaksi tersebut dilakukan dalam 45 kali transaksi. Pemecahan transaksi
tersebut diduga sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan karena nilai
transaksi yang begitu besar. Beberapa kali transaksi juga dilakukan melalui
rekening staf Rezky.
Tujuan pemberian tersebut adalah untuk memenangkan Hiendra dalam perkara
perdata terkait kepemilikan saham PT MIT.
Sedangkan perkara ketiga adalah penerimaan gratifikasi terkait dengan perkara
di pengadilan.
Tersangka Nurhadi melalui Rezky dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016 juga
diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait dengan
penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan
perwalian.
Penerimaan-penerimaan tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh Nurhadi kepada KPK
dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan
gratifikasi.
Pewarta : Bambang MD