Dok : GSBI Demo Tolak OMNIBUS LAW
Jakarta, POLICEWATCH,- Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja terus dikebut. Pemerintah bersama Badan Legislatif (Baleg) DPR RI juga telah membahas klaster krusial dalam RUU Cipta Kerja, yakni klaster ketenagakerjaan.
Poin-poin terpenting dalam klaster itu pun dilakukan perubahan dari payung hukum sebelumnya, yakni Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pertama adalah soal pesangon.
Menurut Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kemenko Perekonomian Elen Setiadi, aturan pesangon yang lama yakni maksimal 32 kali dari upah telah memberatkan pengusaha, dan menyebabkan investor enggan untuk menanamkan modal di Tanah Air.
"Kami gambarkan pesangon PHK, pemberian sebanyak 32 kali upah memberatkan pelaku usaha dan mengurangi minat investor untuk berinvestasi," ujar Elen dalam rapat kerja dengan Badan Legislatif Sabtu lalu, dikutip dari Facebook Badan Legislatif DPR,03/10
Akibatnya, dalam pelaksanaan pembayaran pesangon pun banyak perusahaan yang tidak mematuhi aturan. Sehingga, pembayaran yang seharusnya bersifat penuh itu kerap kali mengalami ketidakpastian.
"Ini ada pembayaran eksisting yang di-record sama Kemnaker, 66% tidak patuh ketentuan UU. Lalu, 27% patuh parsial, karyawan menerima pesangon, tapi tidak sesuai haknya. Hanya ada 7% yang patuh," jelas Elen.
"Dengan pengaturan seperti ini, implementasinya tidak sama, maka kami anggap ada ketidakpastian dari pesangon ini," lanjutnya.
Namun, menurut Elen pemerintah tak serta-merta menghapus pesangon, tapi menggantinya dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini diklaim dapat melindungi hak-hak karyawan yang terkena PHK, mulai dari benefit bantuan uang tunai, pelatihan, hingga informasi soal pekerjaan.
"Kami usulkan ada program baru, Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Ini mesti dapat dilaksanakan dengan cepat. Kenapa perlu? Program ini memberikan benefit bagi mereka yang kena PHK dengan 3 manfaat. Cash benefit, semacam gaji atau upah tiap bulan, bisa berapa bulan sesuai kesepakatan di sini," terang dia.
Penerima program JKP ini juga dipastikan akan tetap menerima jaminan sosial lainnya. Mulai dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Di rapat selanjutnya yang digelar di akhir pekan, pemerintah dan Baleg sepakat tidak akan menghapus cara penghitungan pesangon. Hanya saja perhitungannya akan diubah. Formula 32 kali pesangon tetap berlaku, rinciannya 23 kali ditanggung oleh pemberi kerja atau perusahaan, dan 9 kali akan ditanggung oleh JKP
Aturan Baru Upah Minimum
Dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah dan Baleg DPR RI sepakat untuk tidak memasukkan upah minimum padat karya. Upah minimum yang dipertahankan hanya upah minimum provinsi dan kabupaten/kota.
Menurut keterangan Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas, keputusan ini diambil sesuai dengan hasil pertemuan tripartit antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
"Berdasarkan hasil keputusan tripartit, menyepakati upah minimum padat karya dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, saya ingin menegaskan ini kabar baik dan harapan bagi pekerja dan serikat pekerja," jelas Supratman.
Menambahkan Supratman, Elen menegaskan keputusan ini diambil berdasarkan komitmen dalam rapat tripartit. Oleh sebab itu, pemerintah sepakat untuk menghapus upah minimum padat karya.
"Tetap komitmen pada tripartit, jadi dihapus," tegas Elen.
Elen mengatakan, ketentuan upah minimum daerah tetaplah sama dengan yang saat ini berlaku, yakni berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah dan tingkat inflasi.
"Basis upah minimum di provinsi dan bisa ditetapkan pada tingkat kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Upah UMKM tersendiri dan tidak bisa diatur di dalam upah yang untuk di atas UMKM," ungkap Elen.
Hal itu juga dikuatkan oleh pernyataan Supratman."Upah minimum kabupaten tetap dipertahankan dalam undang-undang existing dengan persyaratan tertentu, karena itu ada persyaratan tertentu maka akan tetap dibahas," tutup Supratman.
Pewarta :M Rodhi irfanto