![]() |
Gibran Rakabuming Raka bersama sang ayah Joko Widodo dan ibu iriana |
Red, POLICEWATCH,- Gibran Rakabuming Raka, Putra Presiden Joko Widodo, seharusnya mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan, tanpa harus dipanggil terlebih dahulu.
Begitu yang disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi
Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman atas ramainya pemberitaan yang menyeret nama
Gibran, walikota terpilih Solo, dan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau biasa dikenal
dengan nama Sritex dalam kasus dugaan suap bantuan sosial (Bansos) sembako
Covid-19 yang menjerat Juliari P. Batubara saat menjabat Menteri Sosial.
Menurut Boyamin, klarifikasi dari Sritex maupun Gibran terkait bantahan atas
investigasi Majalah Tempo, tidak cukup hanya di depan media massa.
"Perlu untuk mengklarifikasi. Kalau perlu datangi KPK
tanpa dipanggil," ujar Boyamin kepada awak media, Jumat
(15/1).
Karena menurut hemat Boyamin, hal itu sangat diperlukan dan menjadi momentum
untuk membersihkan nama mereka jika benar-benar tidak terlibat.
"Jika tidak terkait dan tidak terlibat, malah sarana untuk bersihkan
nama," pungkas Boyamin.
Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri pernah
menyampaikan bahwa pemanggilan saksi oleh KPK bukan karena adanya desakan dari
pihak lain. Melainkan, karena memang jika ada kebutuhan dalam proses
penyidikan.
"Yang kami panggil dalam pemeriksaan sebagai saksi adalah pihak-pihak yang
diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara dengan tujuan untuk membuat
terang perkara.
Kami memastikan siapapun yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa
perkara ini tentu akan kami panggil sebagai saksi," kata Ali , Kamis (14/1).
Dalam laporan Majalah Tempo, Gibran yang disebut sebagai "Anak Pak
Lurah" diduga merekomendasikan Sritex kepada Juliari yang juga menjabat sebagai
Wakil Bendahara Umum (Wabendum) DPP PDI-P untuk menggarap proyek pengadaan
goodie bag atau tas bansos kain.
Pihak sritex pun telah membantah bahwa pihaknya mendapatkan rekomendasi dari
Gibran agar mendapatkan proyek pembuatan tas kain bansos.
Sritex mengaku, bahwa pihaknya dihubungi oleh pihak Kemensos mengenai kebutuhan
tas tersebut pada Aril 2020. Pemesanan itu pun diklaim telah diproses sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
Sementara itu, Gibran juga telah membantah bahwa dirinya memberikan rekomendasi
Sritex kepada Juliari.
Dan dalam laporan yang disampaikan media Solopos.com pada Juli 2020,
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemensos, Hartono Laras mengatakan, pihaknya
mempercayakan pembuatan tas bansos sembako sebanyak 1,9 juta tas kepada Sritex
dan mitra kerja Sritex.
Sementara itu dalam laporan Tempo.co pada awal September 2020, Mensos
Juliari mengatakan, Kemensos memesan tas bansos kepada Sritex sebanyak 10 juta
tas.
Kemensos sendiri telah menggelontorkan sebanyak 22,8 juta paket bansos sembako
untuk wilayah Jabodetabek di 2020.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga telah melakukan audit dan
menemukan dugaan penggelembungan anggaran pembuatan goodie bag bertulisan
"Bantuan Presiden RI Melalui Kementerian Sosial".
Dalam risalah pemeriksaan yang diperoleh Tempo, BPKP menghitung kelebihan
pembayaran dalam pengadaan goodie bag sebesar Rp 6,09 miliar berdasarkan
pemeriksaan pengadaan 7,07 juta paket senilai Rp 2,27 triliun dalam program
penyaluran tahap 1 sampai tahap 4.
Perhitungan itu didapat dari hasil anggaran Kemensos untuk pembelian tas
sebesar Rp 15 ribu per buah dengan ongkos wajar produksi tas kain yang hanya
sebesar Rp 6.500 per buah. Artinya, terdapat selisih harga sebesar Rp 8.500 per
buah.
Sritex sendiri pun juga dianggap memberikan tawaran harga yang mahal, yakni
sebesar Rp 12.300 per buah.
Jika dibanding dengan ongkos wajar, maka terjadi selisih sebesar Rp 5.800 per
buah dari harga tawaran Sritex.
Namun demikian, pihak Kemensos pun belum mengunggah laporan kinerjanya pada
tahun 2020 di website kemensos.go.id agar masyarakat mengetahui
anggaran yang digelontorkan, proses pengadaan bansos hingga berapa banyak paket
sembako yang dibagikan kepada masyarakat.
Juliari P. Batubara sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap
oleh KPK terkait kasus dugaan suap bansos Covid-19 berupa sembako untuk wilayah
Jabodetabek 2020.
Selain Juliari, KPK juga menetapkan tersangka lainnya. Yaitu, Matheus Joko
Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di
Kemensos yang juga tersangka penerima suap.
Sedangkan tersangka pemberi suap adalah, Ardian Iskandar Maddanatja (AIM)
selaku swasta dan Harry Sidabuke (HS) selaku swasta.
Dalam perkara ini, Juliari diduga menerima fee sebesar
Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket sembako.
Juliari diduga telah menerima uang suap sebesar Rp 17 miliar yang diberikan
oleh tersangka Matheus Joko Santoso sebanyak dua kali. Yaitu, pada pelaksanaan
paket bansos sembako periode pertama sebesar Rp 8,2 miliar, dan pada periode
kedua sebesar Rp 8,8 miliar