Ilustrasi |
Majalengka,policewatch.news,- Viral nya pemberitaan soal dugaan korupsi pekerjaan rabat beton pemerintah desa dawuan di salah satu media online akhir-akhir ini menjadi atensi kalangan praktisi wartawan di kabupaten majalengka.
Pemberitaan ini dipublikasikan oleh media online matamaja.com dengan judul "Pembangunan Rabat Beton Diduga Sarat Korupsi" tertanggal 25 Maret 2021.
Ternyata pemberitaan ini mengundang reaksi pemerintahan desa Dawuan merasa gerah karena menurutnya pemberitaan tersebut tidak benar dan tanpa konfirmasi dahulu.
Dan kemudian pihak pemerintah desa Dawuan mengirimkan surat Hak Jawab Dan Hak Koreksi Pemberitaan, kepada Pimpinan media Matamaja.com tertanggal 28 Maret 2021 dengan nomor 005/23 - Desa, yang ditandatangani oleh kepala desa Dawuan Abdul Rohiman Baehaki, S.Sy.
Namun ternyata dalam isi surat tersebut bukannya fokus terhadap hak jawab dan koreksi saja, ini malahan terkesan melebar sampai membahas tentang Legalitas hukum media matamaja dan diduga kuat pihak pemerintah desa Dawuan tidak memahami Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, seperti dalam pernyataan surat tertulis
"Terlebih setelah kami menelusuri di situs resmi dewan pers, media
matamaja.com, belum terverifikasi Dewan Pers dan tak berbadan hukum pers.
Jurnalisnya pun belum tercatat melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Juga dalam tembusan tertera ditujukan kepada, Yth. Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kab. Majalengka (sebagai laporan karena organisasi resmi yang diakui sekaligus konstituen Dewan Pers)".
Chief Executive Officer Aang Lukmawan, beserta pimpinan redaksi matamaja Ajat Sudrajat angkat bicara,
"Matamaja.com terbit berdasarkan Undang-undang Pokok Pers No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers
PT Maja Aset Digital. AHU-0035451. AH 01.01 TAHUN 2020
NPWP : 95.439.260.1-438.000
NIB : 0220100712686
No. Rekening : 429301014848538
Dan alamat kantor Tim IT Support: PT Maja Aset Digital Jl Jayasentosa No. 110 RT/RW 001/001 Jatipamor, Panyingkiran Majalengka Support@matamaja.com
Jadi menurut saya, matamaja.com dari sisi apa tidak berbadan hukumnya?" Jelas CEO dan pimpinan redaksi matamaja.
Informasi tersebut akhir nya menjadi acuan puluhan wartawan lintas media baik online dan cetak untuk mengklarifikasi hal tersebut langsung kepada jejep karena dalam surat hak jawab menyentuh soal UKW (uji kompetensi wartawan) dan juga soal verifikasi perusahaan pers oleh dewan pers.
Puncak nya, pada selasa,(6/4) puluhan wartawan mendatangi salah satu organisasi pers untuk menemui ketua organisasi, Jejep.
di dampingi wakil ketua, Ayub dan sekretaris, Asep trisno, jejep akui bahwa surat hak jawab pemerintah desa dawuan memang hasil pemikiran nya,
Dalam keterangan nya jejep berdalih bahwa diri nya mengikuti aturan dewan pers dalam membuat surat hak jawab tersebut
"Kami berterima kasih kepada rekan rekan awak media yang telah berkunjung silaturahmi ke kantor PWI kab Majalengka, kami jelaskan kantor ini terbuka untuk umum siapapun yang datang berkunjung, akan kami sambut dengan baik.
Kita kupas pokok permasalahan, awalnya kades Dawuan datang ke kantor PWI kab Majalengka, meminta pencerahan terkait pemberitaan yang dipublikasikan oleh matamaja.com dan kemudian kami menyerahkan untuk mengirimkan surat hak jawab dan hak koreksi pemberitaan dan memang betul isi atau tulisan dalam surat tersebut adalah memang berdasarkan arahan, pemikiran dan ide dari kami.
Kami perjelas bahwa rekan rekan wartawan tergabung dibawah organisasi PWI dan PWI bernaung dibawah Dewan Pers (DP) dan kode etik jurnalistik (KEJ) yang pastinya berdasarkan dari undang-undang pers nomor 40 tahun 1999, maka sesuai dengan isi surat.
"Terlebih setelah kami menelusuri di situs resmi dewan pers, media
matamaja.com, belum terverifikasi Dewan Pers dan tak berbadan hukum pers.
Jurnalisnya pun belum tercatat melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW)". Pengertiannya bahwa kami mengacu dari dan berkiblat pada Dewan Pers (DP) dan memang seperti itu adanya.
Adapun kalau media matamaja.com bergabung dalam wadah organisasi AWI, dan AWI berlindung dibawah naungan Dewan Pers Indonesia (DPI) bukan Dewan Pers (DP).
Sedangkan DPI dan DP keduanya beda arah ya kami tidak mengetahui tentang DPI, maka pantas kami mengemukakan pendapat seperti itu" jelas Jejep.
Ditambahkan oleh Ayub menjelaskan, bahwa kita semua sama rekan media adalah Saudara, apapun medianya dimanapun bernaung nama organisasinya karena semuanya berdasarkan dari undang-undang pers nomor 40 tahun 1999, jadi tidak perlu ada yang harus dipermasalahkan" tambahnya.
Terpisah, ketua AWI kabupaten majalengka, masduki di konfirmasi pada hari itu juga mengatakan bahwa dewan pers tidak ada kewenangan dalam hal verifikasi perusahaan pers ataupun soal uji kompetensi wartawan
"Perlu diketahui bahwa wartawan matamaja.com bergabung dalam wadah organisasi AWI, dan AWI berlindung dibawah naungan Dewan Pers Indonesia (DPI) bukan Dewan Pers (DP).
Sedangkan DPI dan DP keduanya telah sesuai dengan apa yang diutarakan oleh undang-undang pers nomor 40 tahun 1999, kalau memang diantaranya ada yang tidak sesuai Undang undang atau Ilegal seharusnya pemerintah berani membubarkan" tegas Masduki.
Masalah Uji Kompetensi Wartawan (UKW) tidak menjadi keharusan. "Tapi, kadang kala untuk di lapangan kan perlu. Karena pemahaman di lapangan itu kadang kala, yaa tadi.. orang-orang "pengecut" atau oknum-oknum "penjilat" yang tidak mengerti tentang undang-undang pers nomor 40 tahun 1999, selalu menggulirkan ketika ada Wartawan yang tidak punya UKW 'Tolak..!' Itu terjadi di lapangan Pak.
Kalau memang itu menjadi syarat kita, oke.. Aliansi akan mengeluarkan sertifikat UKW dan kartu UKW nya," tegas Ketua AWI.
Tidak hanya itu, Masduki menyikapi dan mengkritisi dengan maraknya isu-isu yang berkembang di tengah masyarakat dan para Insan Pers terkait organisasi kewartawanan yang tidak terdaftar di Dewan Pers dianggap tidak resmi dan abal-abal.
"Ini perlu disikapi karena Dewan Pers ini tak punya kewenangan memverifikasi media dan wartawan termasuk organisasi profesi wartawan. Hanya oknum-oknum "penjilat" yang tidak mengerti undang-undang pers nomor 40 tahun 99, undang-undang dasar 45 dan Pancasila.
Secara terus-menerus menggulirkan dan mengulang-ulang "kaset rusak" tentang tidak diakuinya media dan wartawan yang tidak terdaftar di webnya Dewan Pers. Itu hanya ulah oknum, sehingga "membunuh" kita yang suka menulis," paparnya.
Ketua AWI DPC Majalengka menegaskan, Dewan Pers itu bukanlah Lembaga Negara yang berhak dan berwenang untuk melegalkan suatu organisasi atau lembaga. AWI juga akan bertindak tegas dan akan membawa ke ranah hukum, bagi oknum-oknum yang membuat resah terkait UKW.
"Dan perlu ditegaskan, Dewan Pers (DP) tidak berhak memverifikasi media dan wartawan. Dewan Pers tidak punya wewenang untuk itu. Dewan Pers bukan lembaga negara dan jika masih ada menemukan oknum wartawan, saya tegaskan ni dan atau siapapun yang membuat resah dan mencemarkan nama baik media dan wartawan, kita menggandeng LBH AWI dan Dewan Pers Indonesia (DPI) untuk melaporkan dan mengambil langkah-langkah kepihak kepolisian," lanjutnya tegas.
Masduki menyambung perkataannya, "Jika ada, direkam diambil videonya kita laporkan segera. Kalau kita dianggap ilegal atau kita tidak punya sertifikat UKW. Tolong..! Video, kita akan melakukan langkah hukum. Karena ini sudah meresahkan." Pungkasnya.
Pewarta
(RS)