ilustrasi |
POLICEWATCH.NEWS, MOJOKERTO – Pungutan liar atau biasa di sebut Pungli harus kita berantas serta perangi bersama, berbagai pengaduan masyarakat telah di sediakan Pemerintah untuk memberantas Pungli, mulai dari Tiem Sapu Bersih Pungli (Saber Pungli) dari kepolisian sampai dari pihak Kejaksaan juga di sediakan sebagai penegak hukum di Negara kita untuk pemberantasan Pungli, ini bertujuan mengajak masyarakat perangi Pungli.
Seperti apa yang di sampaikan Presiden Negara Republik Indonesia Ir. Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat melapor kepada Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) jika dipaksa membayar administrasi dalam pembuatan sertifikat tanah dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Baik oleh pemerintah daerah dalam hal ini kepala Desa maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Hal ini diungkap Kepala Negara menjawab keluhan-keluhan yang masih berdatangan soal biaya sertifikat tanah. Ia mendengar ada sejumlah oknum yang meminta masyarakat membayar biaya pengurusan sertifikat tanah hingga Rp 1 juta.
“Bapak presiden Jokowi menegaskan bahwa apabila ada pungutan seperti itu laporkan ke Saber Pungli atau ke pihak kepolisian.
Haidar Wahyu aktifis pemerhati kebijakan Pemerintah mengatakan, sebenarnya Pemerintah terus berusaha memberikan percepatan dan keringanan bagi masyarakat dalam pengurusan Sertifikat tanah. Salah satunya dengan pembagian sertifikat tanah secara gratis.
Sayang, masih saja ada oknum-oknum yang menjegal perbaikan layanan pemerintah.
“Ini biasa, pasti ada oknum yang ambil manfaat dalam program pemerintah,” terangnya saat di wawancarai awak media Policewatch.News di kantornya. Minggu (11/04/2021).
Haidar Wahyu juga mengatakan program yang diputuskan Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh tiga kemeterian tentang tata cara pendaftaran tanah sistematis lengkap tentang Agraria, dengan menerbitkan SKB No.25/SKB/V/2017 serta No.34 tahun 2017 bernomor. 599-3167A tahun 2017, yang di keluarkan dan di tanda tangani oleh Kementerian Ageraria/ Badan Pertanahan Nasional/ Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi. Tentang syarat dan ketentuan PTSL yang di bagi dalam Zona Wilayah kebanyakan dimanfaatkan beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab.
Seperti halnya laporan warga yang tidak mau di sebutkan namanya terkait yang dilakukan oleh pihak panitia program PTSL Desa Kemiri, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto ia dan sejumlah warga dikenakan biaya pengurusan PTSL sebesar 600 ribu tiap bidang tanah, dengan alasan untuk membeli matrei, biaya pengukuran dan lain-lain," katanya dengan wajah polos.
"Iya saya menyerahkan sejumlah uang sebesar 600 ribu untuk pengurusan program PTSL yang katanya sudah pernah di musyawarahkan di balai Desa Kemiri dan itu aturanya kata panitianya, saya orang tani, tidak tau menau aturan pemerintah biaya pembuatan sertifikat tanah yang di tetapkan pemerintah sebesar berapa? saya dan warga di sini membayarnya,"ujarnya.
berawal dari informasi warga Desa Kemiri awak media mengkonfirmasi akan hal ini ke kepala Desa Kemiri Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto, Puthut saat di wawancarai awak media ia membenarkan kalau warga Desanya yang mengurus program PTSL di kenakan biaya 600 ribu per bidang tanah, itu pun atas kesepakatan warga katanya, mengacu pada UU informasi keterbukaan publik awak media bertanya mengenai penggunaan uang 600 ribu yang di pungut dari warga, ia menyarankan untuk menanyakan ke ketua panitia program PTSL Desa Kemiri,"ujarnya. Rabu (07/04/2021)
"Saya tidak ikut dalam program PTSL ini, baik penggalangan dana maupun di peruntukan untuk apa saja, saya sebagai kepala Desa hanya mengetahui saja tanya kan saja ke ketua panitia program PTSL Desa Kemiri nanti saya kasih no HandPhone nya,"imbuhnya.
Selang beberapa jam kemudian awak media mencoba mengkonfirmasi ke ketua panitia Program PTSL Desa Kemiri melalui No Whatsapp nya namun bukanya memberikan keteranagan akan penggunaan besarnya biaya 600 ribu yang di duga di pungut dari warga, no kami malah di blokir, hingga berita ini di turunkan awak media belum mendapatkan informasi sedikit pun tentang penggunaanya.(tiem, dor)