Garut, POLICEWATCH.NEWS- Kasus dugaan korupsi terkait penyelewengan dana BOP dan Dana Pokok Pikiran (POKIR) Tahun 2014-2019 DPRD Kabupaten Garut, sampai hari ini belum menemukan titik terang dalam penengakan hukum untuk mengusut tuntas persoalan. Alhasil, situasi ini membentuk paradigma negatif di masyarakat yang meragukan kinerja Kejaksaan Negeri Garut.
Dalam kewenangannya, Kejaksaan Negeri Garut mempunyai kewenangan untuk melakukan proses penyidikan berdasarkan KUHAP pasal 6 yang diantaranya meliputi tiga instansi, pertama kejaksaan, kepolisian dan PNS yang di berikan kewenangan untuk melakukan penyidikan. Yang dimaksud dengan tahapan proses penyidikan itu adalah “suatu proses penerangan untuk mengumpulkan bukti-bukti dalam rangka mencari orang yang terduga untuk jadi tersangka” dengan demikian sesuai dengan kewenanganya kejaksaan harus mampu melaksanakan penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan menentukan siapa yang menjadi tersangka.
Alat bukti yang dicari didalam tahapan proses penyidikan hanya ada dua. Pertama, surat dan kedua keterangan saksi. Proses penyidikan ini wajib masuk ketahap persidangan, dengan alasan telah masuk proses penyidikan. Namun, harapan harapan itu sirna dengan adanya ketidak singkronan antara desain and dasolen.
Kejaksaan Negeri Garut seolah olah tidak “serius” dalam menangani kasus dugaan korupsi tersebut, mangkraknya penegakan hukum yang tak kunjung usai sampai 3 tahun lamanya dan tidak memerhatikan apa yang menjadi hukum materil dalam proses hukum pidana yang berlaku.
Pada tanggal 27 April 2020 dan 9 Maret 2021 Kejaksaan Negeri Garut sudah melakukan pemanggilan terhadap anggota DPRD periode 2014-2019 untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaaan tindak pidana korupsi dana BOP, Anggaran reses, dan Anggaran pokir yang terjadi dilingkungan DPRD Garut Tahun 2014-2019.
Setelah terjadinya pemanggilan untuk memperkuat proses penyidikan dengan mendapatkan keterangan saksi, seharusnya kejaksaan sudah mempunyai alat bukti sedikitnya dua alat bukti. HMI menganalisa bahwa keterangan saksi itu biasanya dilakukan diakhir dalam proses penyidikan, namun sayangnya Kejaksaan Negeri Garut sudah tidak kooperatif dan lemah dalam pengambilan langkah-langkah hukum.
Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk melakukan upaya penahanan berdasarkan hasil-hasil dalam proses penyidikan ketika kejaksaan mengkhawatirkan tersangka kabur, atau menghilangkan bukti-bukti lain. Apabila bukti-bukti tersebut tidak ada, maka kejaksaan tidak bisa melakukan proses penyidikan lebih lanjut. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap eksistensialisme Kejaksaan Negari Garut yang buruk.
HMI Cabang Garut sebagai kaum intelektual dan mitra kritis pemerintah berasumsi bahwa Kejaksaan Negeri Garut tidak serius dalam menjalankan supremasi hukum dalam proses penegakan kasus korupsi ini.
Maka, dengan ini HMI Cabang Garut menuntut :
1. Kejaksaan Negeri Garut segera menyelesaikan kasus BOP dan POKIR sampai selesai
2. Apabila Kejaksaan Negri Garut tidak berhasil memberikan kepastian terhadap publik tentang kasus tersebut, maka HMI Cabang Garut meminta Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung untuk mengevaluasi Kejaksaan Negeri Garut dan meminta KPK turun tangan untuk mengevaluasi kasus tersebut.(Dera)