Laporan Bambang MD
Husni Chandra SH M Hum |
PALEMBANG,POLICEWATCH.NEWS – Kami menamakan Pembelaan (Pledoi) ini dengan, “AROGANSI DAN KESEWENANG-WENANGAN BAGI PENCARI KEADILAN”, sebagai jawaban dan penilaian terhadap rangkaian upaya hukum yang dilakukan kepada Terdakwa secara menyeluruh, dari proses penyelidikan, penyidikan, Upaya Praperadilan, Pelimpahan, Dakwaan hingga sampai pada Tuntutan.
Hal tersebut disampaikan Husni Chandra SH M Hum secara tertulis ke media ini, dimana dalam kapasitasnya selaku Kuasa Hukum atas kasus yang didakwakan mantan Direktur BPR Palembang, H Armansyah SE MM terkait fakta persidangan serta rangkaian proses hukum yang menurutnya, adanya arogansi dan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dan juga apa yang dituntutkan JPU PN Palembang kepada tersangka yang menuntut tersangka dengan Tuntutan 10 tahun Penjara dan Denda 10 Miliar dikurangi Masa Tahanan 6 bulan pada Senin, (07/06/2021)
Dalam keterangan pers Husni Chandra menilai bahwa rangkaian proses hukum tersebut, terdapat adanya arogansi dan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.
“Yang dalam hal ini Penyidik OJK dan Penuntut Umum dalam hal ini tidak menerapkan KUHAP secara komprehensif dengan menjunjung tinggi keadilan, kepastian hukum dan hak asasi manusia,”tulisnya.
Sambung nya, “Kami juga menilai telah terjadi pelanggaran asas akusator dan etik serta norma hukum restorative justice yang diterapkan oleh Penyidik OJK,”
“Mengingat Pelapor dan Ahli Perbankan pada perkara ini semuanya pun sama-sama pegawai pada OJK, dengan demikian justru menguntungkan bagi kepentingan OJK yang seolah-olah OJK-lah merasa benar dihadapan hukum dalam menerapkan hukum perbankan, sedangkan Tersangka/Terdakwa tetap senantiasa dianggap bersalah apapun ketentuan yang disangkalkan oleh OJK meskipun tidak terbukti bersalah di dalam dakwaan maupun tuntutan, apalagi peranan JPU pada persidangan hanya sebagai pelengkap dari kebenaran yang dianggap OJK benar,” sambung Husni Chandra dalam keterangan tertulisnya tersebut.
Masih dalam keterangan tersebut juga Husni Chandra menyebutkan,“ Akusator merupakan salah satu asas pada hukum pidana yang menerapkan aturan atau norma yang berisi ketentuan yang harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dalam hal memperlakukan Tersangka/Terdakwa terhadap kedudukannya sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat,”tegasnya.
“Sedangkan Restorative Justice, lanjutnya, “ yakni suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri”.
Selain itu dia juga menyebutkan, “Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku, ini yang dimaksud arogan dan sewenang-wenang dalam penerapan hukum terhadap Pencari Keadilan / Terdakwa Sdr. Armansyah Bin Syamsuddin”.
Kata Husni Chandra dalam Keterangnya ini, “Persidangan yang dihadapi oleh Terdakwa ini juga merupakan fatamorgana terhadap penerapan prinsip-prinsip pemidanaan dengan permasalahan keperdataan yang berawal dari perjanjian pinjam-meminjam di bank, namun dapat dialihkan menjadi suatu peristiwa pidana terhadap prinsip-prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking principles) / Prinsip 5 C dalam memberikan kredit kepada nasabah dengan tolak ukur penilaian yakni meliputi: Penilaian watak (character), Penilaian kemampuan (capacity), Penilaian modal (capital), Penilaian agunan (collateral), dan Penilaian terhadap prospek usaha debitur (condition of economy) yang diterapkan pada perbankan pada umumnya, “ungkapnya.
Terlepas dari perbedaan posisi antara Majelis Hakim yang mulia, Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum, namun kita semua ada disini bersama-sama menggali dan berusaha menemukan hukum (rechtsvinding) yang bersandarkan pada kebebasan eksistensial (existential freedom) terhadap fakta fakta yang terungkap,
Terlepas dari perbedaan posisi antara Majelis Hakim yang mulia, Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum, namun kita semua ada disini bersama-sama menggali dan berusaha menemukan hukum (rechtsvinding) yang bersandarkan pada kebebasan eksistensial (existential freedom) terhadap fakta fakta yang terungkap di persidangan guna untuk mencapai kebenaran materiil sejati sebagai suatu keadilan dalam bingkai hukum yang sebenarnya (het recht der werkelulcheid) dan dalam upaya penegakan hukum progresif yang konsepnya sekarang digaungkan dengan istilah Restoratif Justice.
“Dan Restoratif Justice yang dimaksud, imbuhnya, “ yang meliputi: Kepastian hukum (rechtssicherheit), Keadilan (gerechtgkeit) dan Kemanfaatan (zweckmassigkeit),” tambahnya.
Lebih lanjut ditulisnya tentang apa yang diperkarakan oleh Pihak OJK terhadap Kliennya H Armansyah Bin Syamsuddin,“Bahwa Pemberian kredit modal kerja kepada PT AGDS dengan plafon kredit sebesar Rp. 3.800.000.000,- (tiga milyar delapan ratus juta rupiah) yang tidak serta merta hanya dilakukan oleh Terdakwa melainkan disetujui oleh Komite Kredit,” tegas Husni Chandra.
Sambungnya, “Dibuktikan pada fakta persidangan atas pemberian kredit tersebut Kemudian tidak pula menimbulkan kerugian apa pun pada PT BPR Palembang, hal ini dilakukan dengan prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking principles) menurut Pedoman Pelaksanaan Kredit dan Penerapan Standar Prosedur Operasional Perkreditan,“beber dia.
Bukti bukti tersebut ungkap Husni Chandra, “Antara lain meliputi: terdapat adanya aplikasi permohonan kredit dan company profile PT AGDS, perjanjian kredit, perjanjian pengadaan pasir antara PT AGDS dengan CV Sinar Amrec, surat perjanjian charter antara PT Pelayaran Borneo Karya Swadiri dengan PT AGDS,” urai nya dalam keterangan tertulisnya tersebut.
“Dan telah dibuktikan dalam fakta persidangan, lanjut Husni Chandra, “Terdapat adanya Sertipikat Hak Milik Nomor: 268 di Kelurahan 16 Ulu, Sertipikat Hak Milik Nomor: 00082 di Desa Talang Pangeran Ulu, Sertipikat Hak Milik Nomor: 00084 di Desa Talang Pangeran Ulu, Sertipikat Hak Milik Nomor: 00376 di Talang Pangeran Ulu yang kesemuanya itu memperoleh Sertipikat Hak Tanggungan dan dilakukan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan Nomor: 210/2018 dihadapan Notaris YUHENDRATEDY, S.H., dan terdaftar di Kantor Pertanahan Palembang, serta dinilai oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) TEGUH HERMAWAN YUSUF & Rekan,” bebernya.
Husni Chandra juga manyampaikan untuk diketahui, “Dalam perkara tindak pidana perbankan yang didakwakan kepada Terdakwa, hingga kini belum ada temuan dari pengawas dan regulator bank dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahwa menganggap PT. BPR Palembang melanggar Undang-undang Perbankan dan peraturan perundang-undangan lainnya, “bebernya.
“ Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya surat pembinaan (supervisory action) atau sanksi administratif yang dikenakan pengawas kepada PT. BPR Palembang yang diperlihatkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di dalam persidangan,”tulisnya dalam keterangan nya tersebut.
“Dengan demikian, tegasnya, “secara logika sederhana jika langkah-langkah yang diperintahkan oleh pengawas bank tidak ada, maka berarti tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh PT. BPR Palembang dan mana mungkin juga tidak ada suatu pelanggaran tetapi dapat dirumuskan sebagai tindak pidana perbankan,” tulis nya.
Husni Chandra juga menegaskan,“ Justru di dalam fakta persidangan bahwa Terdakwa telah dinyatakan tidak aktif atau diberhentikan secara tidak hormat sebelum proses penyelidikan dan penyidikan oleh pihak OJK dengan kondisi Fasiltas Kredit milik PT. AGDS dalam posisi “LANCAR” sampai dengan Juni 2018 dan setelah berlangsungnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas OJK barulah fasilitas kredit a quo dalam kondisi MACET / COLL 5, “ungkapnya.
Dijelaskannya juga, Langkah-langkah yang dilakukan oleh Terdakwa dengan melakukan rekening penampung (esrow account) dan agunan berada dibawah kekuasaan PT BPR Palembang, merupakan langkah-langkah dibenarkan dalam ketentuan Pasal 97 ayat (5) huruf d beserta Penjelasannya di dalam ketentuan UU PT, yakni melakukan tindakan untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya kerugian pada PT BPR Palembang.
Menurut Husni Chandra, apalagi PT. BPR Palembang bukanlah sama setara dengan bank umum pada umumnya, maka diperlukan kebijakan-kebijakan yang dipandang tepat untuk kepentingan PT. BPR Palembang yang selaras sebagaimana dikemukakan pada Pasal 92 UU PTdan prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking principles).
Masih dalam keterangannya tersebut Husni Chandra kembali menegaskan, “Sebagaimana dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum yang menilai Terdakwa tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat, dan/atau dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan ketentuan perundang undangan lainnya, ironisnya Klien kami tidak pernah sama sekali ditunjukan atau diperlihatkan mengenai dokumen mana yang dipalsukan ATAU dokumen yang mana yang semestinya, yang seyogyanya atau yang seharusnya dilakukan di dalam aktivitas perbankan terhadap pelaksanaan kredit menurut Otoritas Jasa Keuangan,”beber nya.
“Padahal, katanya, “Nilai agunan yang nilainya diatas plafon kredit, bahkan sudah pula diikat dengan Hak Tanggungan (HT) dan langkah-langkah pemberian kredit ini pun diterapkan dengan prinsip kehati hatian atau sebagai upaya second way out, “ ungkapnya.
Masih dalam keterangan Husni Chandra Selaku Ketua Tim Kuasa Hukum H Armansyah Mantan Diretur BPR Palembang yang juga mengungkapkan,“ Tidak adanya hal-hal yang meringankan di dalam tuntutan Penuntut Umum, hal ini bertentangan UUD 1945 pasal 28 yang juga mengatur tentang hak asasi manusia dan juga semangat UU Hak Asasi manusia nomor 39 THN 1999.
“Kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa menyimpulkan terhadap Perkara Tindak Pidana Perbankan Nomor Perkara : 120/PID.SUS/2021/PN.PLG Atas Nama Armansyah Bin Syamsuddin, memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia dengan pertimbangan dengan permohonan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, berpendapat unsur di dalam dakwaan pertama ”Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pegawai Bank yang dengan sengaja: (a) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a”TIDAK TERPENUHI, hal ini selaras dengan keterangan saksi-saksi di persidangan dan barang bukti dalam perkara ini bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh Terdakwa merupakan upaya penyelamatan dan penyehatan perbankan dari timbulnya kredit macet, dan kemudian penuntut umum tidak dapat pula membuktikan Pasal 49 ayat (1) huruf a tersebut dengan minimal dua alat bukti sebagaimana diatur pada Pasal 183 KUHAP;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, berpendapat unsur di dalam dakwaan kedua ”Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pegawai Bank yang dengan sengaja: (b) Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya yang berlaku bagi bank” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b” TIDAK TERPENUHI, hal ini tidak juga diperjelas secara komprehensif baik oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun oleh Penuntut Umum dipersidangan, dan tidak pula diberitahukan terlebih dahulu dengan surat peringatan atau teguran baik kepada diri Terdakwa maupun kepada PT BPR Palembang, akan tetapi dengan serta merta melakukan upaya hukum pidana;
Menimbang, penyidik, pelapor dan ahli perbankan yang kesemuanya itu merupakan pegawai-pegawai pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK),maka akan mempersulit dalam menemukan kebenaran materiil yang hakiki pada tindak pidana perbankan dan justru menghilangkan hak-hak Terdakwa sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, padahal aparat penegak hukum itu bebas dan
Pasal 97 ayat (5) huruf d beserta Penjelasannya di dalam ketentuan UU PT, yakni melakukan tindakan untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya kerugian pada PT BPR Palembang.
Menurut Husni Chandra, apalagi PT. BPR Palembang bukanlah sama setara dengan bank umum pada umumnya, maka diperlukan kebijakan-kebijakan yang dipandang tepat untuk kepentingan PT. BPR Palembang yang selaras sebagaimana dikemukakan pada Pasal 92 UU PTdan prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking principles).
Masih dalam keterangannya tersebut Husni Chandra kembali menegaskan, “Sebagaimana dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum yang menilai Terdakwa tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat, dan/atau dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan ketentuan perundang undangan lainnya, ironisnya Klien kami tidak pernah sama sekali ditunjukan atau diperlihatkan mengenai dokumen mana yang dipalsukan ATAU dokumen yang mana yang semestinya, yang seyogyanya atau yang seharusnya dilakukan di dalam aktivitas perbankan terhadap pelaksanaan kredit menurut Otoritas Jasa Keuangan,”beber nya.
“Padahal, katanya, “Nilai agunan yang nilainya diatas plafon kredit, bahkan sudah pula diikat dengan Hak Tanggungan (HT) dan langkah-langkah pemberian kredit ini pun diterapkan dengan prinsip kehati hatian atau sebagai upaya second way out, “ ungkapnya.
Masih dalam keterangan Husni Chandra Selaku Ketua Tim Kuasa Hukum H Armansyah Mantan Diretur BPR Palembang yang juga mengungkapkan,“ Tidak adanya hal-hal yang meringankan di dalam tuntutan Penuntut Umum, hal ini bertentangan UUD 1945 pasal 28 yang juga mengatur tentang hak asasi manusia dan juga semangat UU Hak Asasi manusia nomor 39 THN 1999.
“Kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa menyimpulkan terhadap Perkara Tindak Pidana Perbankan Nomor Perkara : 120/PID.SUS/2021/PN.PLG Atas Nama Armansyah Bin Syamsuddin, memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia dengan pertimbangan dengan permohonan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, berpendapat unsur di dalam dakwaan pertama ”Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pegawai Bank yang dengan sengaja: (a) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a”TIDAK TERPENUHI, hal ini selaras dengan keterangan saksi-saksi di persidangan dan barang bukti dalam perkara ini bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh Terdakwa merupakan upaya penyelamatan dan penyehatan perbankan dari timbulnya kredit macet, dan kemudian penuntut umum tidak dapat pula membuktikan Pasal 49 ayat (1) huruf a tersebut dengan minimal dua alat bukti sebagaimana diatur pada Pasal 183 KUHAP;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, berpendapat unsur di dalam dakwaan kedua ”Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pegawai Bank yang dengan sengaja: (b) Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya yang berlaku bagi bank” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b” TIDAK TERPENUHI, hal ini tidak juga diperjelas secara komprehensif baik oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun oleh Penuntut Umum dipersidangan, dan tidak pula diberitahukan terlebih dahulu dengan surat peringatan atau teguran baik kepada diri Terdakwa maupun kepada PT BPR Palembang, akan tetapi dengan serta merta melakukan upaya hukum pidana;
Menimbang, penyidik, pelapor dan ahli perbankan yang kesemuanya itu merupakan pegawai-pegawai pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK),maka akan mempersulit dalam menemukan kebenaran materiil yang hakiki pada tindak pidana perbankan dan justru menghilangkan hak-hak Terdakwa sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, padahal aparat penegak hukum itu bebas dan
perbankan dan justru menghilangkan hak-hak Terdakwa sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, padahal aparat penegak hukum itu bebas dan mandiri dalam penegakan hukum dan keadilan agar dapat menghormati hak-hak asasi bagi Pencari Keadilan;
Menimbang, hal-hal yang meringankan bagi Terdakwa tidak diuraikan di dalam tuntutan, maka dipandang perlu meringankan bagi Terdakwasebagai berikut:
Terdakwa Bukan Merupakan Pelaku Yang OTT (Operasi Tangkap Tangan); – Terdakwa Bukan Pelaku Koruptor; – Terdakwa Tidak Pernah Dipidana Dengan Tindak Pidana Apa Pun; – Terdakwa di Umur 56 Tahun Memiliki Tanggungan Istri Dan Anak Yang Masih Kecil Perlu Dinafkahi dan Butuh Perhatian; – Terdakwa Pernah Berbuat Sebagai Tenaga Ahli Pemulihan Ekonomi Di Badan Rekonstruksi Dan Rehabilitasi Aceh Pasca Gempa Tsunami; – Terdakwa Pernah Masuk Majalah Info Bank / Bank Sehat; – Sampai saat ini PT BPR Palembang Tidak Bubar Atau Bangkrut;
Menimbang, bahwa karena semua unsur dari pasal yang didakwakan maupun tuntutan Penuntut Umum tidak terpenuhi, maka dakwaan tersebut harus dinyatakan tidak terbukti;
Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum tidak terbukti, maka secara hukum terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;
Menimbang, bahwa karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak) dan tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging);
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa telah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak) Tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging), maka hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya harus dipulihkan atau direhabilitir dalam putusan ini;
Menimbang, bahwa karena terdakwa ditahan, maka dalam amar putusan ini tidak diperlukan adanya perintah agar terdakwa dibebaskan; Hormat kami,”tutupnya.
Sumber : Rilis Tim Kuasa Hukum