POLICEWATCH.NEWS - PALEMBANG Mantan Bupati Lahat, Aswari Rivai, terancam dipanggil paksa oleh Pengadilan Negeri Palembang setelah lima kali mangkir dari panggilan sebagai saksi kunci dalam persidangan kasus korupsi izin tambang batu bara. Para terdakwa dan kuasa hukum mereka merasa kehadiran Aswari sangat penting untuk mengungkap kebenaran dalam kasus ini.
Enam terdakwa kasus korupsi izin tambang batu bara di Lahat, Sumatera Selatan, berharap majelis hakim dapat mengambil tindakan tegas terhadap mantan Bupati Lahat, Aswari Rivai. Pasalnya, Aswari telah lima kali mangkir dari panggilan sebagai saksi kunci dalam persidangan yang sedang berlangsung. Ketidakhadiran Aswari ini membuat para terdakwa merasa keadilan mereka terancam.
Menurut Gandhi Arius SH MH, kuasa hukum dari salah satu terdakwa, kehadiran Aswari sangat penting karena ia dianggap sebagai saksi kunci dalam perkara ini. Gandhi tidak setuju dengan usulan Jaksa Penasihat Umum (JPU) untuk hanya membacakan keterangan Aswari dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanpa kehadiran langsung di persidangan.jumat (7/2/2024)
“Kita tidak tahu apakah keterangan yang bersangkutan sebagai saksi itu memang benar-benar di bawah sumpah atau tidak, sehingga tidak menjamin bisa dipertanggungjawabkan keterangannya,” ungkap " Gandhi.
Gandhi berpendapat bahwa kesaksian langsung di persidangan di bawah sumpah memiliki konsekuensi hukum yang lebih kuat. Jika saksi melanggar sumpah, ada konsekuensi dosa terhadap Tuhan dan terhadap persidangan. Hal ini berbeda dengan hanya membacakan BAP, yang menurut Gandhi tidak memiliki kekuatan yang sama.
Para terdakwa dan kuasa hukum mereka ingin mengetahui siapa yang sebenarnya bersalah dan bertanggung jawab dalam kasus ini. Mereka percaya bahwa Aswari, sebagai mantan Bupati Lahat, memiliki informasi penting terkait Surat Keputusan (SK) izin tambang yang menjadi akar masalah dalam perkara ini.
“Justru mencari tahu siapa yang seharusnya bersalah dan bertanggung jawab, karena dari fakta persidangan terungkap saksi kunci inilah yang tahu persis khususnya masalah Sk izin tambang yang menjadi akar masalah dalam perkara ini,” kata Gandhi.
Mereka menduga ada dua titik koordinat dalam SK izin tambang yang ditandatangani oleh Aswari. Titik koordinat inilah yang menjadi sumber permasalahan utama dalam kasus ini. Hakim anggota majelis bahkan menyebutkan bahwa adanya dua titik koordinat dalam satu SK Bupati Lahat adalah sumber dari permasalahan ini.
Untuk memastikan kehadiran Aswari di persidangan, Gandhi mengusulkan beberapa opsi. Pertama, majelis hakim dapat membuat surat penetapan pemanggilan paksa agar Aswari hadir langsung memberikan keterangan di persidangan. Kedua, jika tidak memungkinkan hadir secara langsung, Aswari dapat memberikan kesaksian secara virtual.
Kasus ini bermula dari kegiatan penambangan di luar Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik PT Andalas Bara Sejahtera. Enam orang terdakwa, termasuk tiga petinggi PT Andalas Bara Sejahtera dan tiga mantan petinggi Distamben Lahat, diduga melakukan penambangan di wilayah IUP OP milik PT Bukit Asam Tbk. Akibatnya, negara mengalami kerugian senilai Rp 495 miliar lebih.
Para terdakwa dijerat dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi.
Jurnalis: Bambang MD