POLICEWATCH.NEWS - OKU - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan serangkaian penggeledahan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, terkait kasus dugaan suap proyek yang melibatkan pejabat daerah dan anggota DPRD setempat.
Penggeledahan kali ini yang dilakukan pada Jumat (21/3/2025) menyasar pada rumah seorang anggota DPRD OKU berinisial FR di Komplek TGI, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Baturaja Timur.
Pantauan di lapangan, dari lokasi tersebut tim KPK membawa satu koper yang diduga berisi dokumen penting terkait kasus yang sedang diusut.
Sebelumnya, tim KPK juga telah menggeledah rumah kediaman Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU berinisial Nov.
Selain itu, tim penyidik juga menggeledah Toko Digicomp Solution di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Desa Tanjung Baru, Baturaja yang merupakan milik pengusaha SSA, seorang kontraktor yang sebelumnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Serangkaian penggeledahan ini merupakan tindak lanjut dari OTT yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu.
Dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Sabtu (15/3/2025) tersebut, KPK mengamankan Kepala Dinas PUPR OKU (Nov), serta tiga anggota DPRD OKU, yaitu FJ, FR, dan UH, beserta dua kontraktor, MFZ dan AAS.
Mereka yang terjaring OTT dan sudah ditetapkan sebagai tersangka ini diduga terlibat dalam kasus suap terkait komitmen fee sembilan proyek di Dinas PUPR OKU dengan barang bukti yang disita uang tunai sebesar Rp2,6 miliar.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari pihak KPK mengenai temuan dalam penggeledahan ini.
Berita sebelumnya KPK Tahan 3 Anggota DPRD OKU diduga Minta Jatah Pokir
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 3 Tersangka anggota DPRD Kabupaten OKU
1.Ferli Yuliansyah (FJ) selaku anggota komisi 3 DPRD OKU
2.M.Fahrudin (MFR) ketua Komisi 3 DPRD OKU
3.Umi Hariati (UH) selaku Ketua Komisi 2 DPRD OKU,
4, Nopriansyah (NOP) selalu Kepala Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu
5.M.Fauzi alias Fablo selaku pihak swasta
6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) Selaku pihak swasta
Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi Pers Digelar Minggu (16/3/2025) dia mengungkapkan perkara itu dimulai dari RAPBD Tahun 2025, Meninta jatah pokir (pokok pikiran) seperti diduga pernah dilakukan dan kemudian sudah disepakati Bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan sebesar Rp 40 milyar.
Proyek untuk pokir ketua dan wakil ketua senilai Rp 5 milyar sementara untuk anggota DPRD senilai Rp 1 milyar kata Setyo dalam keterangan persnya di gedung KPK di jalan Rasuna said Jakarta Selatan Minggu (16/3/2025)
"Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir, seperti yang diduga sudah dilakukan. Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan sebesar Rp 40 miliar," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025).
Dia mengatakan proyek untuk pokir ketua dan wakil ketua DPRD senilai Rp 5 miliar. Sementara, nilai untuk anggota DPRD Rp 1 miliar.
"Untuk Ketua dan Wakil Ketua, nilai proyeknya disepakati adalah Rp 5 miliar, sedangkan untuk anggota itu adalah Rp 1 miliar. Nilai ini kemudian turun menjadi Rp 35 miliar," ujarnya.
Setyo mengatakan nilai itu turun karena ada keterbatasan anggaran, namun fee dari proyek-proyek itu tetap disepakati 20 persen bagi anggota DPRD dan 2 persen bagi Dinas PUPR sehingga total fee untuk anggota DPRD OKU total sebesar Rp 7 miliar.
"Saat APBD tahun anggaran 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar. Jadi signifikan karena ada kesepakatan ya, maka yang awalnya Rp 48 miliar bisa berubah menjadi dua kali lipat," sebutnya.
Setyo mengatakan Nopriansyah yang merupakan Kepala Dinas PUPR OKU menawarkan sembilan proyek kepada Fauzi dan Ahmad selaku pihak swasta dengan commitment fee sebesar 2 persen untuk dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD. Nopriansyah kemudian mengondisikan pihak swasta untuk mengerjakan proyek tersebut.
"Saat itu Saudara NOP yang merupakan Pejabat Kepala Dinas PUPR menawarkan sembilan proyek tersebut kepada saudara MFZ dan saudara ASS, dengan commitment fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD," sebutnya.
Menjelang Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili oleh Ferlan, Fahrudin, dan Umi menagih jatah proyek tersebut ke Nopriansyah. Pada 13 Maret, Fauzi menyerahkan uang kepada Nopriansyah sebesar Rp 2,2 miliar. KPK kemudian melakukan OTT terhadap mereka.
Akibat perbuatannya, Ferlan, Fahrudin, Umi, dan Nopriansyah dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b dan 12 f dan 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 12 a dan b itu mengatur hukuman terkait suap, pasal 12 f mengatur soal pemotongan anggaran dan pasal 12 B tentang gratifikasi dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Sementara itu, Fauzi dan Ahmad dijerat Pasal 5 ayat 1 a atau b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur soal hukuman bagi penyuap dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun penjara.
Jurnalis: Bambang MD