KPK Bongkar " Jatah Pokir " DPRD OKU Duit Milyaran Mengalir dari Proyek PUPR

/ 10 April 2025 / 4/10/2025 10:06:00 AM

 



POLICEWATCH.NEWS - JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skandal suap terkait jatah pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.

Modus yang digunakan adalah meminta jatah proyek dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp 40 miliar.

KPK menemukan bahwa aliran dana haram ini mengalir melalui pengondisian proyek dengan commitment fee sebesar 20 persen bagi anggota DPRD dan 2 persen untuk Dinas PUPR.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengatakan bahwa perwakilan DPRD menemui pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKU agar RAPBD dapat disahkan. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan DPRD diduga meminta jatah pokir.

“Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir, seperti yang diduga sudah dilakukan sebelumnya. Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan dengan nilai sebesar Rp 40 miliar,” ujar Setyo dikutip Detik.com, Selasa (9/4)

Setyo menjelaskan bahwa proyek tersebut diperuntukkan bagi ketua dan wakil ketua DPRD dengan nilai masing-masing Rp 5 miliar, sementara untuk anggota DPRD senilai Rp 1 miliar.

“Jadi ini adalah mekanisme yang digunakan untuk mengubah RAPBD di Kabupaten OKU,” tambahnya.

Namun, karena keterbatasan anggaran, nilai pokir turun menjadi Rp 35 miliar. Sementara itu, fee bagi anggota DPRD tetap sebesar 20 persen dari proyek yang dikerjakan di Dinas PUPR.

Pada akhirnya, APBD tahun anggaran 2025 disetujui dengan alokasi anggaran Dinas PUPR meningkat menjadi Rp 96 miliar dari sebelumnya Rp 48 miliar. Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah (NOP), kemudian menawarkan sembilan proyek kepada pihak swasta dengan commitment fee sebesar 20 persen untuk anggota DPRD dan 2 persen untuk Dinas PUPR.

“Saat itu, saudara NOP yang merupakan Kepala Dinas PUPR menawarkan sembilan proyek tersebut kepada saudara MFZ (M Fauzi) dan saudara ASS (Ahmad Sugeng Santoso) dengan commitment fee sebesar 22 persen, yakni 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD,” jelas Setyo.

KPK mengungkap bahwa Nopriansyah mengatur pemenangan proyek dengan modus pinjam bendera. Menjelang Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili oleh Ferlan, Fahrudin, dan Umi menagih jatah proyek kepada Nopriansyah. Pada 13 Maret 2025, M Fauzi menyerahkan uang sebesar Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bagian dari fee proyek.

Selain itu, Setyo mengungkap bahwa sebelumnya Nopriansyah telah menerima uang sebesar Rp 1,5 miliar dari Ahmad Sugeng Santoso. KPK pun melakukan operasi tangkap tangan terhadap Nopriansyah dan pihak terkait pada 15 Maret 2025.

Total, enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni:

Ferlan Juliansyah (FJ), anggota Komisi III DPRD OKU

M Fahrudin (MFR), Ketua Komisi III DPRD OKU

Umi Hartati (UH), Ketua Komisi II DPRD OKU

Nopriansyah (NOP), Kepala Dinas PUPR OKU

M Fauzi alias Pablo (MFZ), pihak swasta

Ahmad Sugeng Santoso (ASS), pihak swasta

Atas perbuatannya, Ferlan, Fahrudin, Umi, dan Nopriansyah dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b, serta Pasal 12 f dan 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 12 a dan b mengatur hukuman terkait suap, Pasal 12 f mengenai pemotongan anggaran, serta Pasal 12 B tentang gratifikasi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.

Sementara itu, M Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur hukuman bagi penyuap dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara. 

Jurnalis : Bambang MD

Komentar Anda

Berita Terkini